Sabtu, 11 Juni 2011

Ruang Rindu

"Mpang...mpang ada di mana??"
"Ibu kangen...! Mpang gak kangen sama ibu??"

Pertanyaan yang tidak pernah ada jawaban...
Berharap dalam mimpi...
Atau ketika berziarah...
Atau ketika menatap foto itu...
Atau pada semua barang-barang yang di tinggalkan...
Tidak, tidak ada jawaban itu

Hanya pada keyakinan ...
Mpang sudah bahagia di sana...
Keyakinan,...
bahwa dia hanyalah titipan sama halnya dengan titipan-titipan yang lain yang akan diambil kembali oleh sang pemilik
Keyakinan,...
Dia lebih menyanginya

Tinggallah aku sendiri...
Dengan penyesalan, yang harus segera diobati
Dengan segala kesalahan, yang harus dibetulkan
Dengan segala kekeliruan yang harus diluruskan

Perubahan,

Waktu yang semakin mendekatkan kita
Untuk melepas rindu,
Rindu yang sangat mengebu
Rindu yang menyesakkan dada

Dengan segala yang terjadi di alam ini yang tidak aku pahami
Aku hanya berpasrah
La Haula Wala Quata illabillah....

Rabu, 13 April 2011

Poligami VS Selingkuh

Dalam biduk setiap rumah tangga pastilah banyak sekali kita hadapi terjangan badai dan ombak dari yang teringan sampai yang sangaat ganas.
Di lihat dari kacamata seorang ibu/istri, sungguh sangat luar biasa jika seorang wanita bisa tegar sampai berpuluh2 tahun membina rt. Hal itu tidak terlepas dari keimanan dan kesabaran, pengetahun agama, pengetahun sosialnya.
Ibu adalah madrasah bagi anak2nya, sudah seharusnya seorang ibu terus dan terus belajar mempelajari dan mengetahui apa2 yang tidak diketahuinya. Samapi akhirnya seorang ibu dapat menikmati hari tuanya, dengan menatap bangga terhdap keberhasilan anak2nya.
Sudah selayaknya jika "Surga berada di telapak kaki ibu"
Tapi, hal yang terpahit di alami seorang ibu adalah manakala sang ayah menjadi "lincah" dan berjiwa muda kembali. Tidak dipungkiri seorang istripun pasti mengalami hal itu, namun sifat setianya yang lebih dominan hingga fase itu berlalu begitu saja (Tp ga semua sih...)
Inilah badai yang terbesar dalam kehidupan berumah tangga, dan kita sangat membutuhkan orang yang benar2 dapat membangkitkan kita kembali. Karena hal ini sangat2 membuat kita down, merasa tidak berharga dan ingin sekali membalas perbuatannya.....(pengalaman pribadi hahaha)

Bagiku...Poligami lebih halal daripada selingkuh.
Dengan syarat kami(aq dan anak2) terpenuhi semua kebutuhannya.
(Berarti suami harus jd milyader dulu...Hehehe)
Karena:
* Ketika kita menikah tidak ada garansi 100% bahwa pasangan kita(suami) akan setia sampai kematian memisahkan kita(mungkin di agama lain sprti itu...).
* Poligami halal tapi  kita kudu ikhlas dan bisa adil(itu yang susah...)
* Jumlah populasi (di dunia) wanita lebih banyak daripada pria, so kalo ada poligami kesejahteraan lebih merata (insyaalloh...)
* Walaupun pahiiiiit banget, tapi surga bagi seorang istri yang ikhlas untuk di poligami.
* Bagiku anak2 adalah cinta yang abadi (tapi yang pertama Alloh dan rosulnya donk...), insayaalloh jika kita mendidiknya sesuai dengan syariat islam akan menjadi anak yang soleh dan menjadi pahala yang terus mengalir
* Hidup di dunia hanya sementara....akhirat adalah yang abadi
* Hasrat biologis pria lebih besar daripada wanita
* Islam is the way of life, Alloh menghalalkan poligami karena semata2 untuk keselamatan kita didunia dan akhirat

Maka ketika kita dihadapkan pada 2 pilihan,
Jadi pilih POLIGAMI atau SELINGKUH
Sudahkah kita siap "dipoligami"?

Ibu Jangan Marah Lagi yah...

Semenjak menjadi seorang ibu. Aku yang dulu imut,kalem dan pendiam(katanya...) berubah total jadi superrrrrrr...cerewet,bawel,paranoid,dan pemarah . Apalagi semenjak ipang lahir....mungkin karena rutinitasku sebagai seorang  ibu "rt"  yang terkadang menjemukan ditambah 2 jagoanku yang ulahnya setiap hari ada-ada aja......membuatku tidak bisa mengendalikan emosiku sendiri. Betapa sering aku menyesali semua yang telah aku lakukan karena aku tidak bisa mengendalikan emosiku, "andai aku tadi bisa sedikit bersabar lagi.....". Suatu hari kuceritakan hal itu pada suamiku, tanpa di duga kata2 nya hari itu menjadi power kesabaran bagi ku sampai hari ini.
Ibu , Bapa pernah baca suatu kisah yang bagus sekali tentang marah. Ceritanya begini ada "si fulan" yang tidak bisa mengendalikan amarahnya. Dan jika dia marah mukanya menjadi merah seperti udang rebus dan kata2nya sangat kasar dan menyakitkan. Diapun menyadari hal itu dan ingin sekali berubah maka diapun mengadukan hal itu pada seorang Alim.Sang Alim pun menyarankan agar setiap kali dia marah, dia memakukan sebuah paku ke tembok. Si fulan pun menjalankan nasehat tsb. Suatu hari dia kembali menghadap Sang Alim, "Ya tuan saya telah menjalankan nasehatmu tapi tetap saja saya tidak berubah, dan sekarang tembok rumah saya penuh dengan paku". Lalu sang alimpun menjawab " kalau begitu sekarang setiap kali kamu berhasil mengendalikan amarahmu cabutlah paku tsb". Haripun berlalu si fulanpun kembali menghadap sang Alim.
 " Ya tuan, saya telah berhasil menahan amarah saya, dan sekarang tidak ada paku di tembok rumah saya" .
 "Alhamdulillah, kamu sudah dapat mengendalikan amarahmu, lalu apa yang tersisa di tembokmu".
 " Yang tersisa hanya lubang2 bekas tancapan paku".
" Ya itulah amarah, betapa sering kita menyakiti orang lain dengan kata2 kita, dan setiap kali pula kita menyadarinya dan meminta maaf atas kekhilafan kita. Namun sakit hati atas kata2 kasar seperti lubang2 bekas paku tidak dapat dihapus begitu saja oleh kata maaf".
Maka bersabarlah, dan sabar itu tidak ada batasnya. Sering kita mendengar sabar juga ada batasnya, itu berarti belum bersabar.
Dan sabar itu perlu proses....
Terharu jadinya, mendengar cerita itu . Entah benar atau tidak cerita tsb,tp setiap aku akan marah, aku jadi ingat bahwa hal itu kan meninggalkan bekas yang abadi.
Lalu mengapa kita tidak meninggalkan bekas yang indah di hati anak2 kita?
Akan tumbuh seperti apa anak2ku nanti jika mereka memendam sakit hati oleh kata2 ku.
Astagfirulloh....
Maafkan ibu ya ...
Ya Alloh ajarkan aku untuk selalu bersabar.

Ngomong donkkk...

Matanya mulai berkaca-kaca, ketika dia menghampiriku.
Isakan tangisnya mulai berbunyi ketika ku sapa "Kenapa....?"....dan semakin menajadi-jadi.....
"Kenapa...?" kuulangi pertanyaaan yang sama, tetap tanpa jawaban yang terdengar hanya isak tangisnya yang tertahan...."Kenapa...?" aku semakin jengkel...
"Ngomong dong,...gimana ibu ngerti kalo ga ngomong...? Mas ..kenapa, mau apa"Nadaku semakin meninggi.
Karena tak juga mendapat jawaban, akhirnya kudatangi adiknya yang sedang nonton TV. Karena sebelumnya mereka sedang asiik nonton TV.
"Mas kenapa de, ko nangis....?"tanyaku
"Abis Mas nakal, mencet2 remote TV ...ipangkan maunya nonton no 4" dengan santai dan tanpa bersalah...
"Terus ko Masnya nangis..?"
"Mpang marahin,Masnya nakal..?"
Aku menghela nafas panjang, dan mulailah aku berkutbah dari mulai menasehati adiknya agar lebih sopan kepada kakaknya. Setiap hari ada2 saja, 2 anakku ini seperti pinang di belah kampak(Ga mirip....banget,bertolak belakang sifatnya)
Bingung aku, bagaimana caranya mengajari alif agar dapat mengungkapkan perasaannya lewat kata2.
"Alif, Alloh tuh dah ngasih mulut supaya alif bisa ngomong, apa yang alif mau, apa yang alif ga mau.....supaya ibu ngerti....bla...bla..bla"
Yah begitulah setiap aku menasehati hal yang sama berulang2 namun...tetap saja kejadian itu berulang kembali....
Kadang aku berpikir kenapa sifat alif seperti itu,...loh ko mirip dengan aku?
NGOMONG..
adalah hal tersulit dalam diriku, apalagi kalau bertemu dengan orang yang baru aku kenal....suliiiit banget untuk memulai suatu topik pembicaraan...tiba2 blank aja...tapi kalau udah kenal deket sih ada aja yang pengen diomongin.
Kadang suka salut sama acara debat di tv ko bisa yah, orang ngomong tanpa putus2 seperti sedang membaca buku.
Ohh..andai ada yang mau mengajari ngomong, dimana perasaan ini bisa disalurkan lewat kata2 agar bisa di mengerti tanpa menyakiti perasaan yang mendengarnya.

Bentuklah aku menjadi seperti yang Kau mau

Suatu hari di bulan Juli setelah lulus SMA 
Kulempar satu persatu buku-buku yang tersusun rapi dimeja belajarku, dengan emosi yang meluap-luap. Dalam sekejap kemarku porak poranda seakan baru saja ada angin puting beliung yang menerjang kamarku.
Kenapa?
Untuk apa?
Hatiku menjerit-jerit dengan air mata kekecewaan yang ku tahan-tahan.
3 tahun sudah aku belajar mati-matian dengan persaingan yang sangat ketat, di sma paling ternama di kota bogor.
Untuk apa?
Padahal segudang mimpi seakan berada di atas awan, dengan keyakinan yang sangat bahwa aku akan melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah.
Setelah divonis aku tak akan melanjutkan ke bangku kuliah, yang keluar dari mulut ibuku sendiri.
Padahal selama ini beliau adalah penyemangatku untuk terus belajar dan belajar, dan aku berusaha memberikan nilai-nilai terbaik yang sanggup aku persembahkan kepadanya.
Mengapa kata-kata itu harus meluncur dari ucapannya?
Ayahku hanyalah seorang pns dengan 5 orang anak. 3 orang adikku yang masih duduk di bangku stm, smp, dan sd. Ditambah lagi kakakku yang sedang kuliah di ptn swasta di kota kembang. Bisa kurasakan beban orang tuaku yang sangat berat. Apakah aku harus menambah beban mereka? Ingin rasanya memaksakan kemauanku ini. Maka batinkupun berperang. Dan aku meyerah!
Padahal semua ini adalah mimpiku sejak dulu. Yang aku harap dapat memperbaiki keadaan keluarga kita.
Sejak itu aku seperti "mati", semua angan, asa, dan cita2ku terkubur sudah.
Aku harus menelan pahitnya arti sebuah ketidakmampuan, ketidakberdayaan.

Kini....aku menyesali semua itu.
Aku telah mengubur semua itu begitu dalam. Hingga semangat, gairah hidupku pun telah mati. Betapa aku telah menyia-nyiakan diriku, hidupku, waktuku, dan segalanya yang telah diberikan olehNya kepadaku. Hanya karena satu kekecewaan....
Andai waktu itu aku lebih dewasa...
Andai waktu itu aku dapat bangkit kembali...
Andai waktu itu...
Andai...
Andai...

Tapi semua telah terjadi, inilah perjalan hidupku.
Dan aku meyadarinya...
Dan aku mulai bangkit...
Di usiaku yang tidak lagi muda...
It's too late...

Begitu panjang waktu yang dibutuhkan untuk menyadarkan aku dan mengubahku seperti ini.
Apakah aku terlalu sombong?
Apakah aku terlalu kufur terhadap nikmat2 Mu?
Apakah aku...
Apakah aku...
Kusadari betapa banyak dosa dan kesalahan yang telah aku perbuat,
mungkin sudah terlambat...
Dan benar2 terlambat...
Di saat sahabat dan teman2 ku mulai memetik hasil dari semua yang telah mereka perjuangkan.
Di saat mereka tengah berbahagia dan berbangga dengan apa yang telah mereka raih.
Aku bukanlah apa2...
Dan aku bukanlah siapa2...
Tapi aku akan terus belajar...belajar...dan belajar
Apa2 yang tidak aku tau dan aku bisa
Hanya satu pintaku padaMu,
Tuhanku...
Aku pasrahkan semuanya
Bentuklah aku menjadi seperti apa yang Kau mau...

Cinta Tanpa Kata 1

"Dia itu sangat baik ya".
Mungkin itu yang akan kuucapkan kepada adik iparku yang nunjauh disana.
Rencananya kita janjian chatting suatu hari nanti, entahlah.
Aku sangat berharap dan menunggu-nunggu hari itu namun smsnya tak kunjung datang. Bagiku inilah kali pertama aku akan "curhat" kepadanya,berharap dari pembicaraan itu, aku akan lebih memahami kakaknya yang bagiku sangat "UNIK".
Aku mulai menyusun kata-kata dalam hati, apa yang akan aku ceritakan nanti yah, karena aku tak mau moment itu berlalu begitu saja tanpa hasil yang aku harapkan.
Suamiku adalah sosok suami ideal dambaan setiap istri, menurutku.
Betapa dia mau membantu pekerjaan rumah walaupun di tengah keletihan sepulang bekerja. padahal aku sangat tidak tega. dan sering aku melarangnya dan dengan santai dia menjawab "Tenang aja ga pa2 kok". Sering aku teringat perkataan ibuku agar sebisa mungkin pekerjaan rumah kita kerjakan sendiri tanpa bantuan suami karena diapun telah lelah bekerja.
dan dengan telaten dan sangat sabar suamiku mau dan tidak malu sedikitpun menyuapi anak-anaknya walaupun mereka berlarian di luar rumah.
Kesabarannya sungguh luar biasa, ditengah emosiku yang sangat memuncak karena hal-hal sepele maupun yang sangat luar biasa sekalipun dia mampu menyejukan hati ini. Padahal aku dikenal sangat mudah emosi..
Subhanalloh...yang telah menciptakan manusia dengan pasangan2nya.
Dan sikapnya yang selalu "Nerimo" apa saja, masakanku yang rasanya gak karuanpun di makannya tanpa cela.
Tipe suami rumahan, mungkin itu sebutannya. Dia gak pernah pergi ke tempat yang tidak jelas, pergi dan pulang selalu tepat waktu. Jika terlambatpun dia selalu sms.
Benar2 suami ideal.
Namun ada hal yang selalu menggangu pikiranku selama ini, yaitu diamnya itu loh yang kadang bikin aku "gregetan" alias gemes.
Sehingga aku sebagai istri merasa disepelekan karena aku tidak pernah tau apa yang sedang terjadi di tempat kerjanya. Atau siapa saja teman-teman kerjanya. hanya segelintir temannya saja yangku tau. Rindu sekali akan ceritanya di tempat kerja, cerita teman-temannya atau apa saja yang membuat kami tertawa bersama.
Hingga hari itu...tiba2...
Ah, mungkin itu yang akan kuceritakan kepada adik iparku. Dan selanjutnya akan kuceritakan apa yang menjadi kegundahanku selama ini. berharap sebagai adik dia tentu lebih mengerti sifat2nya dari pada aku. sehingga dapat memberikan masukan yang sangat berarti bagiku.
Karena aku bukanlah istri yang sempurna, banyak yang harus aku pelajari dan kuketahui. Walau mungkin sedikit terlambat.
Tapi tidak ada kata terlambat, selama kita mau berubah.....

Cinta Tanpa Kata 2

Di hari minggu yang sangat meletihkan. Tiba2, terdengar tanda sms masuk di HP ku, dari siapakah? aku bertanya2 dalam hati, segera saja ku buka dan tanpa diduga adik iparku mengajak chatting hari itu juga jam 12. Aku sedikit terkejut, karena aku tak begitu banyak berharap dia dapat meluangkan waktunya di tengah kesibukannya hanya untuk mendengar ceritaku.
Ku lirik jam di dinding pukul 11, aku segera bergegas menyiapkan makan siang dan keperluan2 lainnya untuk suami dan anak2ku, karena acara chatting nanti pasti akan memerlukan waktu yang cukup lama dan aku tidak mau ada interupsi dedikitpun. Jam 12, waah...pasti dia sudah menunggu2 pikirku. Setelah sholat dan minta ijin akupun bergegas berchatting ria.
Yah...benar saja, dia sudah menunggu segera kuawali dengan kata "Maaf yah...".
Terakhir aku bertemu dengan dia hampir 2 tahun yang lalu sungguh dia sangat berbeda, jauh lebih dewasa dari sebelumnya.
Dan dalam chatting yang menghabiskan waktu 2,5 jam itu, sungguh...tak pernah kuduga aku akan mendapat pandangan barudalam memahami sesuatu.
Dan dari kata-katanya meluncur deras petuah2 yang sangat bijaksana seakan akan aku sedang dinasehati oleh ibu mertuaku sendiri, yang belum pernah kualami sekalipun.
Subhanalloh.....dalam hati aku memuji kedewasaannya dalam memahami suatu permasalahan. Dalam hati aku malu, malu pada umurku yang lebih tua bebrapa tahun dari dia dan malu karena dengan kehadiran 2 orang jagoan cilikku sedikitpun tidak merubah sifat2 jelekku...masih tetap manja,kadang kekanakan dan suka cepet ngambek.
Dan seperti dugaanku, memang saudara sekandung lebih bisa saling mengerti dan memahami. Dan dari percakapan itu aku mulai banyak memahami "keunikan"suamiku dan memahami diriku sendiri.
Berlinang air mataku membaca setiap kata2nya...seakan setiap kata2 itu mewakili isi hati suamiku yang ingin ku dengar selama ini.
Cintaku
Cinta tanpa kata
cinta yang selalu memberi
cinta yang selalu berbuat
cinta yang selalu mengalah
cinta yang tak ingin membebani
cinta yang selalu berada di sisimu setiap saat
cintaku
cinta sederhana
tak seindah cintamu


Tuhan terimakasih telah begitu banyak cinta yang telah kau berikan kepada hambamu ini, tapi begitu sedikit hamba bersyukur

Di titik nol...




Setelah hari itu...
Aku merasa tidak akan mampu menjalani hari-hari tanpamu
Kesedihan yang sangat menjatuhkan ku ke titik nol
Menyadarkanku, akan siapa diriku?....ada di mana & akan ke mana aku?...
Menyadarkanku bahwa diri ini ada yang memiliki
Aku ada karena, ada yang meng"ada"kan aku
Tidak adanya aku karena, ada yang meni"ada"kan aku
La haula walaquata illabillah
Siapa aku...?

Mengenangmu

Setahun tlah berlalu
Tapi hari itu tak akan pernah terlupakan
Saat itu aku merasa tak kan mampu menghadapi hari esok
Hari –hari yang ku jalani penuh dengan air mata
Rasa rindu yang tak terkira
Walau kita kini di dunia yang berbeda
Apakah kamu merasakan hal yang sama?

Aku berusaha kuat untuk tegar dihadapan orang lain
Aku berusaha menghibur diri ku sendiri
Aku berusaha untuk bahagia
Aku tak ingin kamupun ikut bersedih di sana

3 tahun 8 bulan adalah waktu yang sangat indah
Ibu bangga, bahagia memiliki anak seperti kamu
Setiap celoteh, tingkahlaku dan senyumanmu
Tak akan pernah terlupakan

Hari itu…
“Ibu, ipang mau pergi jauh…ipang mau ke sana”
Dengan gelisah sambil menunjuk-nunjuk pintu keluar dan berusaha
Bangun dari tempat tidur
“Ibu, ipang mau pulang…ipang mau bobo di mesjid”
Sambil menarik selang infus agar terlepas dari tangannya
“Ibu, ipang mau digendong” aku mengikuti keinginannya
Ipang begitu berat dan terasa kaku,lalu ia minta ditidurkan.
Lalu permintaan itu diulanginya lagi.
“Ibu, ipang mau bobo…tapi berdo’a dulu” lalu kami pun berdo’a bersama2
Sesaat matanya terpejam

Kata2 itu yang selalu terngiang dalam telingaku
Kata2 yang penuh kesabaran menahan sakit
Kata2 perpisahan yang tak pernah kusadari saat itu
Aku masih yakin dalam setiap do’a ku, mereka akan sehat
Dan kita akan pulang ke rumah
Sampai kata terakhir yang dia ucapkan dalam pelukan ayahnya….
“Bapa, ipang gak mau ikut malaikat “
Dan aku…
aku masih berharap kita akan pulang

Sesaat terjadi kekacauan, ipang di bawa ke ICU
Sedang aku tetap di sini bersama alif
Dengan harapan yang masih ada, dalam sujudku
Aku memohon “Tuhan berikanlah yang terbaik untuk irfan”
Dan aku…masih berharap kita akan pulang



Mengenangmu…
Aku belajar arti kehidupan
Aku belajar menghargai kehidupan
Aku belajar untuk mensyukuri kehidupan

Tuhan, betapa kecilnya aku dihadapanMu
Betapa tidak berdayanya aku terhadap semua kuasaMu

Tuhan, aku yakin Engkau lebih menyayanginya
Melebihi aku ibunya
Bahagiakanlah ia disisiMu
Engkau tak akan pernah mendzhalimi hambanya
Karena Engkau Yang MAHA pengasih dari para pengasih
Dan MAHA penyayang dari para penyayang

Tuhan,…
sampaikanlah rasa rindu ini
Rindu yang teramat sangat…
Ingin sekali aku memeluk dan menciumnya walau hanya dalam mimpi

Tuhan,…
Sampaikanlah rasa sayang ini
Semoga rasa sayang ini dapat menyatukan kami
Di akhirat kelak


“Irfan…tunggulah kami di pintu surga itu.
Semoga dengan mengenangmu memberikan kami semangat untuk tetap istiqomah di jalanNya yang lurus.
Semoga kami dapat melalui ujian di dunia ini dengan khusnul khotimah. Amin”


Dari:
Ibu, Bapa & Alif
We miss u so much
by Shanty Novianti on Monday, March 29, 2010 at 12:30pm

SAAT TERAKHIR BERSAMAMU….


Sabtu,28 Maret 2009 jam 13.00
Aku bergegas kembali ke RS Marry, setelah sebelumnya kusempatkan membeli mobil Truk besar untuk irfan berharap dia semangat dan cepat sembuh. Namun sebenarnya ia lebih menginginkan mobil tangki seperti milik temannya,namun mobil itu tak kutemukan. Aku memasuki kamar 3405 tempat ke 2 buah hatiku dirawat. Ya… Alloh kuatkanlah aku,menerima cobaanMu ini berikanlah kesembuhan untuk mereka.Sambil beristigfar dan Do’a itu yang selalu kuulang2 dalam hati dan optimis mereka akan sehat kembali dan kami akan pulang ke rumah.
Kutatap irfan yang tertidur di pembaringan di temani sang ayah,di bangsal lain kutatap alif yang tertidur pulas. aku mulai kawatir karena aku merasa irfan tidak lebih baik dari sebelumnya. Setelah hampir 20 jam berada di ICU karena “shok” pada hari jum’at. Kuraba dahinya ,tangan dan kakinya terasa hangat. Dan menit berikutnya panas mulai meninggi dan dia menggigil kedinginan padahal telah kupasangkan kaos kaki celana panjang dan selimut. Suami,aku dan ibuku yang baru saja datang mulai panic, kami tak tahu apa yang harus kami perbuat,bolak-balik kami memanggil suster. Namun tak ada pertolongan yang berarti,hati kami cemas tak karuan. Aku berusaha mengompresnya dengan air hangat. Air mata berderai-derai, aku menghadap dokter jaga meminta agar irfan bisa di pindahkan ke rumah sakit lain atau berikanlah pertolongan yang terbaik untuknya dengan nada memelas. Dengan santainya dokter itu menjawab sekenanya, lalu bergantian suamiku menghadap dokter itu. Lalu datang suster yang berlogat sebrang menurutku suster itu lebih cekatan dan lebih sabar dibanding suster2 lain di rumah sakit itu. Dia memberikan penurun panas yang di masukkan melalui anusnya dan menyuntikan cairan ke dalam infusannya. Seketika panasnya mulai menurun dan irfan tidak lagi mengigil,kami sedikit bernafas lega     (bersambung)

Cerita seorang gadis kecil

Gadis kecil itu begitu lincah, umurnya belumlah genap 4 tahun ketika aku pertama kali mengenalnya. Disetiap permainan dengan teman2 sebayanya di tempat kami tinggal, dia selalu lebih dominan dalam mengatur dan memerintah. Dan dengan patuh teman2nya mengikuti semua instruksi yang diberikannya...lucunya.
Sering kali diapun ke rumahku, bermain dengan putra sulungku.
Dan tetap, dia mendominasi semua mainan yang alif punya, dan yang lainnya.
"Kaka dulu ya lif, nanti baru alif" samar2 ku dengar celotehnya yang sedang bermain diteras depan rumahku.
Dan diapun tidak pernah sungkan atau malu kusuapi ketika aku sedang menyuapi alif.
Ataupun meminta sesuatu dariku.
Anak itu begitu polosnya, walau kadang sedikit membuatku jengkel.
Namun jika aku teringat cerita ibuku tentang masa kecilku, aku jadi memakluminya.
Karena aku tidak jauh beda dari dirinya.
Terkadang si mba yang selalu mengasuhnyapun "menyerah" ketika dia ngambek tidak mau pulang. Menjelang magrib barulah diapun pulang, itupun  setelah papahnya yang baru saja pulang kerja menyuruhnya pulang.

Di suatu siang ku dengar tangisnya yang menjadi-jadi, aku bergegas keluar.
Kulihat gadis kecil itu di jendela tingkat 2 rumahnya, sedang sang mamah bergegas ke luar rumah diikuti si mba pengasuh.
"Mamah pergi dulu yah...!" pamit sang mamah kepadanya dari bawah sambil melambaikan tangan ke arahnya, dengan sedikit rasa bersalah yang tergambar diwajahnya. Lagi2 dengan terpaksa harus meninggalkan gadis kecil itu, karena rasa tanggung jawabnya yang begitu besar kepada anak didiknya yang tak mungkin di tinggalkannya hanya karena tangisan seorang anak kecil.
"Mamah jahaaaaaaaaaat...!" tangisnya semakin menjadi-jadi.
Hatiku sedih melihat pemandangan didepanku. Aku bisa memahami perasaan gadis kecil itu, tapi akupun sangat tidak menyukai tangisan anak kecil apalagi sampai meraung-raung seperti itu.
"Sini kaka main aja ama alif yuk..!" Teriakku dari bawah mencoba menghiburnya yang tetap tidak beranjak dari depan jendela.
Namun akhirnya si mbapun berhasil meredakan tangisnya.

Pernah suatu hari ia memprotes mamahnya " Alif mamahnya gak kerja, nisa mamahnya gak kerja.....mamah juga gak usah kerja, mamah dirumah saja sama aku". Cerita si mba pengasuh kepadaku, namun aku tidak tahu apa jawaban sang mamah. Yang pasti bisa membuatnya puas terbukti permintaannya tak pernah diulanginya lagi.

Kini dia berumur 9 tahun.
Dan perlahan sifat2nya mulai berubah.
Waktunya lebih banyak dihabiskan di dalam rumah dan sekolah.
Dan meskipun hari libur, tidak pernah keluar rumah bermain dengan teman2nya seperti dulu...
Dan setiap pertanyaan yang ku ajukan selalu dijawabnya dengan singkat.
Padahal aku berharap dia berbicara panjang lebar, seperti waktu dia kecil dulu.
Semua makanan kecil yang kutawarkan selalu di tolaknya.
"Gak ah, aku dah kenyang. Tadi udah makan". Walau itu adalah makanan favoritnya sekalipun.

Aku jadi kangen....
Celotehnya...
sifat periangnya....
Kelincahanya.....
Kepolosannya....
Menyuapinya bersama alif....

Waktu telah merubahnya....
Merubah segalanya....
Semua tinggal kenangan.....
Kenangan manis untukku sendiri.

Jam menunjukan pukul 11.05

Jam menunjukan pukul 11.05
Kelas seharusnya telah bubar sejak 1 jam yang lalu. Tapi Bu Yul, masih terus curhat kepada kami. Demi kesopanan dan rasa penghormatan kepada beliau, akupun berusaha mendengarkan dan memahami curahan perasaan beliau.
“ Memang jika seseorang berusaha mengamalkan 1 ayat saja dari al qur’an maka kita akan di musuhi dunia”. Begitulah kiranya kesimpulan yang ingin dia sampaikan.
Dia berusaha menjelaskan kepada kami bahwa setiap semua teguran2 yang selalu dia berikan kepada kami semata2 hanya ingin menjadikan kami menjadi yang terbaik.
Bukan bermaksud menjadikan kami sulit dan putus asa.
Beliau hanya ingin memotifasi kami bahwa kami sendiri lah yang menentukan keberhasilan kami. Jika kami mau berusaha dengan maksimal pasti kami bisa.
Mungkin teguran2 yang dia berikan agak sedikit keras namun itulah ciri khas Bu Yul, guru kami tercinta yang penuh perhatian.
Dan beliaupun bercerita panjang lebar bagaimana perjuangan beliau menempuh ujian akhir untuk mendapatkan ijin mengajar. Bagaimana kesalahan yang sangat kecil telah membuatnya gagal dan menguras begitu banyak air mata.
Bagaimana kesalahan kecil itu telah membuatnya belajar dan terus belajar, di saat teman2 seangkatannya telah menutup buku2 mereka.
Bagaimana kesalahan kecil itu telah meningkatkan intensitas tahajjud dan sujud2 panjangnya.
Bagaimana kesalahan kecil itu telah membuatnya begitu dekat dengan sang Khalik.
Dan di akhir pembicaraan itu Bu Yulpun menutupnya dengan istigfar dan do’a kafaratul majlis, dengan bercucuran air mata beliau menyalami dan memeluk kami satu persatu.
Oh,Bu Yul….yang sangat baik dan penuh perhatian
Semoga Alloh selalu memudahkan dan melancarkan semua urusannya.
Amin

Suatu hari ketika mati lampu

“Yaaah…….mati lampu” kami serentak mengeluh.
Seperti biasanya bila hujan lebat pastilah mati lampu.
Jam menunjukan pukul 7 malam, belumlah larut untuk pergi ke peraduan. Namun jika mati lampu, waktu serasa telah larut malam.
Kamipun berkumpul ditengah rumah, mengelilingi sebatang lilin.
Dan mulailah papapku bercerita2 masa mudanya dulu. Dan yang paling aku sebal ketika dia mulai bercerita “penampakan2”, hantu2 dan cerita seram lainnya.
Ingin ku tutup saja telinga ini, namun tidak kulakuan. Dalam hati aku mengingkari semua yang diucapkannya, karena jika aku percaya…maka malam nanti aku harus menahan pipis, karena gak berani ke kamar mandi sendiri.
Hujan semakin lebat, halilintar mengelegar-gelegar. Kisah2 papappun semakin hidup,
Kakak, 3 orang adik, dan mimih pun mendengarkan dengan penuh antusias. Terutama adikku “yang no3”(julukan yang diberikan mimihku) sangat antusias sekali matanya tak berkedip menatap papap dengan serius. Sesekali mimih menambah dan membenarkan ceritanya. Dan kisah itupun semakin lebih hidup.
Dan aku dengan malas mengomentari “Masa..?” , “ Iih lama banget sih mati lampunya..?”, atau “Eh,kita bikin indomie yuk…!”
Dan dengan pahit aku menelan ludah karena ga ada yang mendukungku….sedihnya…
Dalam hati aku berharap….cepet nyala….cepet nyala.
Tak berapa lama lampupun menyala……alhamdulillah aku menarik nafas lega.
Pesta horror itupun bubar, kami kembali kepada aktifitas kami masing2, sementara 2 adikku yang kecil berebut memadamkan lilin.
Dalam hati aku berharap jika suatu hari nanti mati lampu di malam hari, aku sudah tertidur.
Namun hal itupun terulang kembali…